Pakan
merupakan salah satu factor yang paling menentukan dalam usaha
peternakan,menurut beberapa hasil penelitian hampir 75% beaya operasional
berasal dari pakan, karena sebagian besar menggunakan bahan pakan konvensional
yang oleh karena itu perlu dicari bahan pakan non kenvensional
sebagai pakan alternative, salah satu jenis tanaman konvensional yang memiliki
potensi yang cukup baik adalah tanaman Azolla.
Azolla
pinnata merupakan tanaman jenis paku pakuan yang habitat hidupnya mengapung di
permukaan air dengan ukuran 3-4 cm dan sering dijumpai dipermukaan
persawahan, walaupun berukuran kecil namun Azolla memiliki keunggulan
keunggulan lain yang tidak dimiliki oleh tanaman pakan ternak lainnya. Menurut
Lumpkin dan Pliket (1988) keunggulan tersbut antara lain, 1) memiliki kecepatan
pertumbuhan yang cepat dengan produksi biomasa yang besar, 2) memilki kandungan
nutrisi yang cukup baik, terutama protein kasar dan asam amino, 3) dapat tumbuh
pada permukaan air alami sehingga tidak tergantung lahan pertanian reguler, 4)
dapat diberikan pada semua ternak, baik segar maupun kering, 5) tanpa ada
perlakuan khusus, seperti pemotongan, penggilingan dan penglohan lainnya, 6)
dapat menyediakan pakan ternak sepanjang tahun. Disamping itu Azolla merupakan
satu satunya tanaman paku air yang mampu bersimbiosis dengan Anabaena
azollae untuk mensintesis N udara bebas.
Pada
kondisi normal, laju pertumbuhan azolla dapat mencapai 35% tiap hari atau dalam
jangka waktu 3-4 hari laju pertumbuhan mencapai 2 kali lipat (Handayani,
2007; Khan, 1988) Nilai nutrisi azolla sebagai sumber protein cukup baik, kadar
protein kasar (PK) cukup tinggi, yaitu 24 – 30% dan kandungan beberapa jenis
asam amino esensiil, terutama lisin sebesar 0.42% lebih tinggi dibanding
jagung, dedak maupun beras. Namun demikian produktivitasnya tergantung dari
suhu, cahaya, pH dan beberapa unsur hara tertentu. Cahaya penting untuk
aktivitas photosintesis dan proses simbiosis oleh Azollae anabaena.
Unsur Phospor (P) merupakan unsur yang paling dibutuhkan oleh azolla
untuk untuk membentuk bintil bintil (pertumbuhan Anabaena azollae ).
Unsur hara lain yang diperlukan adalah kalium (K), calcium (Ca), magnesium
(Mg), besi (Fe), molibdum (Mo) dan cobalt (Co). Unsur Nitrogen (N) kurang
diperlukan oleh Azolla, karena mampu mensintesis N sendiri dengan memanfaatkan
udara bebas. Pupuk kandang termasuk golongan pupuk organic yang dapat
meningkatkan kesuburan fisik lahan, tetapi memiliki unsure hara lebih rendah
dibanding pupuk buatan, disamping itu imbaangan unsure hara N, K dengan P tidak
berimbang. Hasil penelitian Nugrahapradja (2008), menunjukkan bahwa produksi
biomasa segar Azolla pinnata yang diberi beberapa jenis pupuk organic dan
sintetetis menunjukkan perbedaan yang signifikan dan produksi tertinggi pada
pemberian pupuk kambing.
Implementasinya
terhadap ternak unggas telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Menurut Khan
(2008) itik yang diberi pakan azolla segar sampai 15 % tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap penampilan itik. Ayam petelur yang diberi pakan
azolla segar sebanyak 9 kg/hari/100 ekor akan menghemat beaya pakan sebesar 20%
tanpa menurunkan produksi secara signifikan (Sing and Subudhi, 1978).
HASIL
BEBERAPA KAJIAN
- A. Pengaruh Pupuk Kandang Sapi, Kambing dan Bokhasi Terhadap Produktivitas Azolla
- Produksi Biomasa Segar (gr/m2)
Berdasarkan
analisis statistik, menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh
sangat nyata (P<=0.01) terhadap produksi biomasa segar. Data selengkapnya
pada tabel 3 dibawah ini:
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
P5
|
|
1
|
476,19
|
222,22
|
529,10
|
285,71
|
211,64
|
2
|
391,53
|
158,73
|
529,10
|
239,15
|
211,64
|
3
|
412,70
|
190,48
|
634,92
|
264,55
|
264,55
|
4
|
455,03
|
190,48
|
423,28
|
262,43
|
158,73
|
433,86
a,e
|
190,48
b
|
529,10
e
|
262,96
c
|
211,64
d,b,c
|
a,b,c,d,e Huruf yang berbeda pada kolom berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata (P<=0.05).
Tabel
diatas menunjukkan bahwa produksi tertinggi dicapai pada perlakuan pemberian
pupuk bokhasi (529,10 gr/m2) dan terendah pada perlakuan pemberian pupuk
kambing (190,64 gr/m2). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Nugrahapraja
(2008), produkstivitas tertinggi justru pada perlakuan pupuk kandang kambing.
Uji lanjutan Duncan’s, ternyata produksi biomasa segar pada perlakuan
pupuk bokhasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>=0.05) dengan
perlakuan pupuk tanah (433,86 gr/m2), sedangkan dengan perlakuan lainnya
berbeda nyata (P<=0.05). Ha
Perbedaan
produktivitas tersebut diduga sisebabkan oleh adanya perbedaan kandungan unsur
hara, semakin banyak unsur hara yang tersedia semakin banyak pula unsure
tersebut diabsorbsi akar. Produktivitas tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk
bokhasi, hal ini menggambarkan bahwa pupuk bokhasi mampu menyediakan unsure
hara yang lebih baik disbanding pengunaan pupuk kambing, pupuk sapi maupun
tanpa pemupukan. Keunggulan bokhasi disbanding pupuk organic lain adalah mampu
menyediakan senyawa organic yang langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman,
dapat menekan perkembangan MO pathogen, karena adanya zat zat tertentu yang
dihasilkan dan menghasilkan substansi tertentu yang mampu merangsang
pertumbuhan akar (Indriyani, 2006; Subadiyasa, 1997). Menurut analisis
Simmamora dan Salunduk (2006), kandungan N, P dan K bokhasi cukup tinggi,
masing masing sebesar 1.33%, 0.80 % dan 0.36%, lebih tinggi dibanding pupuk
kandang kambing maupun sapi. Kandungan N, P dan K pada pupuk kandang kambing
dan sapi masing masing sebesar 0.49%, 0.20%, 0.54% dan 0.40 %, 0.27 % dan 0.8 %
(Yunus, 1991). Unsur unsure ini penting untuk perkembangan bintil bintil akar.
2.
Pola Pertumbuhan Azolla
Pola
pertumbuhan Azolla yang dipupuk dengan pupuk kandang sapi, kambing, bokhasi,
tanah dan tanpa pemupukan menunjukan perbedaan pola pertumbuhan seperti
terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar
1. Pola pertumbuhan Azolla dengan pupu organic berbeda
Gambar
tersebut menunjukkan bahwa produksi biomasa segar tertinggi pada hasil panen ke
2 untuk perlakuan pupuk sapi, kambing dan bokhasi, kemudian mulai menurun pada
panen ke 3, sedangkan perlakuan dengan menggunakan pupuk tanah dan tanpa
pemupukan produksi biomasa segar tertinggi pada panen 1, kemudian mulai menurun
pada panen ke 2 dan ke 3, artinya bahwa pupuk pada perlakuan pupuk sapi,
kambing dan bokhasi hanya mampu bertahan pada panen ke 3 dan harus
dipupuk kembali pada panen ke 3.
- 2. Analisis Proksimat.
Analisis
proksimat merupakan salah satu cara untuk mengetahui kualitas suatu bahan
pakan, walaupun tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas
bahan pakan sesungguhnya. Analisis proksimat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kandungan protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK),
calcium (Ca) dan phosphor (P). Hasil analisis proksimat tanaman Azolla pinnata
dengan berbagai perlakuan pupuk organic dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel
3. Rata rata hasil analisis proksimat (% BK)
Nutrien
|
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
PK
|
15.20a
|
18.84b
|
22.89c
|
20.32d
|
SK
|
17.66a
|
26.10b
|
21.56c
|
15.81a
|
LK
|
5.99a
|
4.99ab
|
3.33bc
|
2.05c
|
Ca
|
1.11a
|
1.18a
|
0.91a
|
0.86a
|
P
|
1.09a
|
1.00a
|
1.00a
|
0.93a
|
a,
b, c, d Huruf yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<=0.05).
Berdasarkan
analisis varian satu arah (one way anova), pemberian berbagai jenis pupuk
kandang berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan protein kasar, serat
kasar dan lemak kasar, sedangkan terhadap kandungan calcium dan phosphor tidak
berpengaruh nyata (P>0.05).
Kandungan
protein kasar tertinggi dicapai pada perlakuan P3 (pupuk bokashi)
dan berberda sangat nyata (P<0.01)dengan perlakuan P1 (tanah) dan
P2 (kompos kambing), sedangkan terhadap perlakuan P4
(kompos sapi) berbeda nyata (P<0.05). Kandungan serat kasar paling rendah
pada perlakuan P4 dantidak berbeda nyata (P>0.05) dengan
perlakuan P1, sedangkan perlakuan P2 memberikan kandungan
serat kasar tertinggi dan berbeda sangat nyata dengan semua perlakun. Lemak
kasar terendah pada perlakuan P4, tidak berbeda nyata (P>0.05)
dengan perlakuan P3, tetapi dengan perlakuan lainnya menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). Kandungan calcium dan phosphor
tertinggi pada perlakuan P2 dan P1.
Protein
kasar dan serat kasar sering kali dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
memilih bahan pakan yang akan digunakan sebagai campuran ransum ternak
khususnya unggas, dengan melihat tabel 2 dan 3, kualitas tanaman Azolla pinnata
pada perlakuan P3 relatif lebih baik dibanding perlakuan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa proses fotosintesis pada perlakuan P3
berjalan lebih optimal disbanding perlakuan lain. Fotosintesis selain
dipengaruhi oleh cahaya, juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara yang
mudah diserap akar dan kondisi akar itu sendiri, semakin banyak unsure hara
tersedia dengan kondisi lingkungan yang sesuai, maka produktivitasnya juga
semakin baik. Bokashi merupakan pupuk organic yang dibuat secara fermentasi
dengan menggunakan mikroorganisme efektif (EM-4), hasil akhir dari proses
fermentasi adalah asam amino, zat bioaktif, enzyme, gula yang langsung dapat
digunakan oleh tanaman dan sangat penting dalam pertumbuhan akar, sehingga akar
akan menyerap unsure hara lebih optimal (Haryanto dan Sucipto, 2003;
Subadiyasa, 1997).
B.
Pengaruh Pemberian Azolla pinnata Segar Terhadap Performan Itik Jantan Dara.
Variabel
yang digunakan untuk mengukur performan itik jantan dara dalam penelitian ini
adalah pertambahan berat badan harian (PBBH), berat karkas dan lemak abdomen.
Pertambahan berat badan harian (PBBH) dan berat karkas sangat penting untuk
mengukur kemampuan pertumbuhan itik dan efisiensi penggunaan pakan sedangkan lemak
abdomen penting untuk mengukur kualitas karkas. Hasil pengukuran PBBH, berat
karkas dan lemak abdomen dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel
5. Pertambahan bobot badan harian, berat karkas dan lemak abdomen
Vaiabel
|
A0
|
A10
|
A20
|
A30
|
Rata
|
PBBH (gr/hr)
|
19.75a
|
21.25
a
|
26.25
a
|
22.62
a
|
22.46
|
Karkas (%)
|
64.65
a
|
65.25
a
|
63.89
a
|
60.92
a
|
63.64
|
Lmk abdomen (%)
|
1.40
a
|
0.92
ab
|
0.77
b
|
0.75
b
|
0.97
|
a,b
Huruf yang berbeda pada baris yang
sama berbeda nyata (P<0.05)
Rata
rata PBBH dalam penelitian ini adalah 22.46 gr/hr, hamper sama dengn hasil
penelitian Triyastuti (2005) sebesar 22.67 gr/hr/ek, berdasarkan analisis
statistic varian satu arah perlakuan dengan pemberian tanaman Azolla pinnata
segar dengan dosis yang berbeda tidak berpengaaruh nyata (P>0.05) terhadap
PBBH, artinya bahwa penambahan tanaman Azolla pinnata segar sampai 30% untuk
mengganti 30% konsentrat jadi tidak mempengaruhi PBBH, hal ini disebabkan
kandungan nutrisi pada tanaman Azolla pinnata, terutama protein kasar cukup
tinggi (22.89%). Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan penambahan tanaman Azolla
pinnata yang semakin meningkat, kandungan protein kasarnya meningkat. Disamping
itu pertambahan berat badan harian yang tidak berbeda juga disebabkan jumlah
pakan yang diberikan atau dikonsumsi sama untuk semua perlakuan, yaitu 120
gr/hr/ek. Menurut Wahyu (1985), salah satu factor yang mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan adalah konsumsi pakan. Pada tabel 5 terlihat bahwa penggunaan yang
meningkat cenderung akan meningkatkan PBBH sampai batas 20%, kemudian menurun
pada perlakuan pemberian 30% tanaman Azolla pinnata segar, penurunan ini
terkait dengan semakin tingginya kandungan serat kasar (tabel 1). Menurut
Tillman, dkk. (1986), serat kasar pada unggas tidak banyak beperan, hanya
berfungsi agar makanan cepat keluar dari usus, oleh karena itu kebutuhan serat
kasar pada unggas dibatasi.
Rata
rata karkas pada tabel 5 diatas sebesar 63.64%, berdasarkan analisis statistic,
perlakuan dengan pemberian tanaman Azolla pinnata segar tidak mempengaruhi
(P>0.05) besarnya karkas itik jantan dara. Prosentase karkas terbesar
dicapai pada perlakuan pemberian tanaman Azolla pinnata segar sebanyak 20% (A20)
dan teredah pada perlakuan pemberian Azolla 30% (A30), hal ini
diduga terkait dengan perbedaan kandungan SK pakan.
Prosentase
lemak abdomen rata rata sebesar 0.97%, pemberian Azolla pinnata segar akan
menurunkan kandungan lemak abdomen secara nyata (P<0.05). Kadar lemak
abdomen tertinggi pada perlakuan tanpa diberi Azolla (Ao) dan tidak berbeda
nyata (P>0.05) dengan pemberian 20% Azolla pinnata segar (A20),
sedangkan lemak abdomen terendah pada pemberian Azolla 30% (A30),
tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan pemberian Azolla 10% (A10)
dan 30% (A30). Perbedaan kandungan lemak abdomen diduga disebabkan
adanya perbedaan kandungan lemak kasar daan serat kasar pakan yang dikonsumsi.
Kandungan lemak pakan yang dikonsumsi ternak semakin tinggi cenderung
akan disimpan dalam bentuk lemak abdomen.Meningkatnya serat kasar akan
meningkatkan laju pakan dalam usus, akibatnya senyawa lemak sebagian akan
keluar melalui gerakan usus (Suhendra, 1995).
Artikel
Oleh : Dr. Ir. Hadi Haryanto, MP
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyu,
J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajahmada University. Yogyakarta.
Triyastuti,
A. 2005. Pengaruh Penambahan Enzym dalam Ransum Terhadap Performan Itik Lokal
Jantan. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Surakarta.
Suhendra,
P. 1992. Menurunkan Kolesterol Telur melalui Ransum. Poultry Indonesia
No.151/September 1992 Hal:115 – 17.
Tillman,
A.D., H.Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.Lebddosoekojo. 1991.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajahmada University Press. Yogyakarta.
Handayani,
H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Jurusan
Perikanan Universitas Muhamadiyah Malang.
Khan,
M.Manzoor. 1988. a primer on AZOLLA production and utilization in
agriculture.IBS-UPLB. Philipina.
Lumpkin,
TA and D.L.Plucknett. 1981. Azolla as a Green Manure: Use and Management in
Production. Westview Tropical Agricultute Series No 5. Honolulu-Hawaii.
Nugrahapradja,
H. 2008. Pertumbuhan Tanaman Air Azolla pinnata R.Br. (Mata Lele) pada Tanaman
Medium Pertumbuhan Berbeda. Skripsi Program Studi Sarjana Biologi SITH.
Kamalasanana,
P., S. Premalatha, S.Raja,ony. 2005. Azolla: A Sustainable Feed for Livestock. Htpp:/www.acres-wild.com/the%20farm.shtml.
Diunduh tanggal 12 Juli 2011.
Haryanto,
H., Sucipto. 2003. Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Pupuk Organik terhadap
Produsi Jagung. Jurnal Teknologi Pertanian No.2 th XV. Jakarta.
Subadiyasa.
1997. Teknologi Efektif Mikroorganisme (EM-4) Potensi dan Prospeknya di
Indonesia. Makalah Seminar Nasional Organik. Jakarta.
Indriyani,
L. 2006. Membuat Kompos Secara Kilat. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Simmamora,
S., Salunduk. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia. Jakarta.
di kutip dari : http://stppmagelang(dot)ac(dot)id
Blogger Comment
Facebook Comment